Lagi Murah-murahnya, Harley Bekas Model Ini Ramai Diburu

100kpj – Bagi penyuka motor ukuran besar, Harley Davidson sering dijadikan pilihan. Besarnya nama perusahaan, ditambah kualitas produk yang mumpuni, membuat motor bersuara keras itu diminati banyak kalangan, terutama mereka yang gemar safari jalan.

Namun, harga yang tinggi masih menjadi halangan bagi para calon pembeli. Hal inilah yang membuat banyak orang memutuskan untuk membeliny dalam kondisi bekas pakai.

Teknisi sekaligus tenaga penjual diler moge Big Bike 60 di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur, Taufik menyampaikan, bahwa dalam urusan moge seken, tipe Sportster dan Softail masih jadi yang terbaik. Sebabnya, kedua motor jenis itu memiliki dimensi bodi lebih ramping dari versi touring.

“Penjualan Sportster dan Softail lebih baik dari touring, soalnya harga lebih terjangkau, dan bentuk motornya lebih ringkas dan ramping,” ungkapnya, saat disambangi 100KPJ, Selasa 2 April 2019.

Soal harga, ia juga menyampaikan, bahwa kedua tipe tersebut banderolnya tak begitu tinggi, setelah sempat mengalami penurunan nominal, beberapa bulan lalu.

Artinya saat ini tengah dibanderol terjangkau. Untuk tipe Sportster tahun 2010, di pasaran kini terpantau memiliki harga Rp200 jutaan. Sementara untuk tahun-tahun di bawahnya, berada di angka Rp100 jutaan.

Sementara untuk tipe Softail tahun 2011, 2012, 2013, berada di kisaran di atas Rp250 juta. “Harga baru kedua tipe itu sempat turun beberapa bulan lalu, jadi mempengaruhi harga seken juga. Kalau yang paling dicari, Street Glide 2015, harga bekasnya sekitar Rp350 juta,” tambahnya.

Selain itu, penjualan motor Harley bekas bermesin kecil juga sedang dalam tren yang baik. Menurut Taufik, pembelinya berasal dari kalangan awam, atau orang yang belum memahami betul perihal motor garapan Amerika tersebut.

“Untuk Softail, 1.200 Fourty-eight penjualannya juga meningkat. Mungkin karena mesinnya kecil, bagus untuk belajar. Jadi banyak yang suka. Selain itu, pemilik touring yang mau coba jenis lain, biasanya juga beralih ke motor ini,” kata dia.

(Laporan: Septian Farhan Nurhuda)