100kpj – Transmisi manual, yang dulunya dikenal karena keandalannya, biaya perawatan yang terjangkau, dan performa superior di medan ekstrem, kini semakin ditinggalkan oleh konsumen.
Pergeseran preferensi ini telah menyebabkan penjualan mobil manual terus merosot, bahkan nyaris tidak laku di pasaran.
Apa saja faktor yang menyebabkan mobil manual kini kurang diminati?
Awalnya, transmisi manual dianggap sebagai pilihan terbaik. Kerusakannya yang minim dan biaya perbaikan yang jauh lebih murah dibanding transmisi otomatis menjadi daya tarik utama.
Pengguna manual sering merasa beruntung karena terhindar dari biaya perbaikan transmisi matic yang bisa mencapai puluhan juta rupiah; perbaikan manual biasanya hanya memakan biaya di bawah 10 juta rupiah.
Selain itu, perawatannya yang mudah serta kemampuannya menaklukkan tanjakan ekstrem tanpa kesulitan, membuat mobil manual menjadi pilihan ideal bagi banyak pengendara.
Namun, masa kejayaan itu tampaknya telah berakhir. Saat ini, mayoritas produsen mobil hanya menyediakan varian manual untuk trim terendah.
Ini berarti, konsumen yang menginginkan fitur dan kenyamanan lebih pada trim menengah atau tertinggi, mau tidak mau harus memilih mobil matic.
Akibatnya, populasi mobil manual di jalanan semakin berkurang karena minimnya pilihan dan minat beli.
Selain itu, menjual mobil manual kini menjadi tantangan tersendiri. Pengalaman di pasar jual beli menunjukkan bahwa pembeli cenderung mencari mobil matic, dan mobil manual sering kali sulit laku dengan harga yang pantas.
Hal ini menyebabkan harga jual mobil manual anjlok drastis karena sedikitnya peminat.
Perkembangan teknologi otomotif modern juga menjadi pemicu utama.
Mobil-mobil modern kini dilengkapi dengan berbagai fitur canggih seperti cruise control, hill start assist, adaptive cruise control, dan sistem parkir otomatis, yang sebagian besar tidak kompatibel dengan transmisi manual.
Ketiadaan kompatibilitas ini membuat produsen enggan menyematkan transmisi manual pada trim atas, karena akan terlihat aneh dan tidak relevan.
Bahkan di dunia balap, transmisi manual semakin tergantikan. Mobil balap modern kini beralih ke transmisi semi-otomatis atau triptonic karena respons waktu yang lebih cepat.
Tren "cumi darat" yang populer juga didominasi oleh mobil transmisi otomatis, seperti Innova Barong diesel AT yang harganya stabil bahkan cenderung naik, berbanding terbalik dengan versi manualnya yang terus turun.
Di perkotaan, transmisi manual juga dianggap tidak relevan karena kelelahan yang ditimbulkan saat terjebak macet.
Hal ini semakin mendorong konsumen memilih transmisi otomatis yang lebih nyaman.
Dari sisi produsen, minimnya permintaan dan ketidaksesuaian dengan teknologi modern membuat mereka secara bertahap meninggalkan transmisi manual.
Proses sertifikasi yang memerlukan biaya besar untuk setiap varian transmisi juga menjadi pertimbangan.
Jika penjualan manual hanya menyumbang sedikit dari total penjualan, akan lebih efisien bagi produsen untuk hanya melakukan sertifikasi pada varian matic.
Terlebih lagi, mobil listrik (EV) sama sekali tidak memiliki ruang untuk transmisi manual, yang mengindikasikan bahwa masa depan transmisi ini mungkin semakin terbatas.
Meskipun mobil manual masih memiliki keunggulan dalam hal ketahanan dan efisiensi bahan bakar, keiritannya kini tidak lagi superior dibandingkan mobil matic modern yang semakin efisien berkat teknologi seperti CVT.
Sebagai contoh, konsumsi BBM Avanza manual (1:18) tidak terpaut jauh dengan Avanza CVT (1:15 atau 1:16).
Singkatnya, transmisi manual bukanlah pilihan yang buruk dari segi performa, namun sudah tidak relevan dengan kebutuhan dan preferensi pasar mobil modern.
Meskipun harganya lebih murah, minimnya peminat menyebabkan penjualannya terus merosot.*