Home Motor Mobil Klub & Modif Sirkuit Tips & Trik Indeks

PHEV Lebih Irit dan Ramah Lingkungan, Ternyata Tak Sepenuhnya Benar

Toyota Prius PHEV (Plug-in Hybrid Electric Vehicle)
Sumber :

100kpj – Mobil plug-in hybrid vehicle atau lebih dikenal dengan PHEV diklaim menjadi jenis kendaraan yang akan banyak diburu dalam beberapa tahun ke depan. Mobil jenis ini diklaim sebagai perantara sebelum era mobil listrik benar-benar menjadi pilihan utama.

Banyak keunggulan yang ditawarkan para produsen mobil yang kini menghadirkan kendaraan jenis PHEV. Selain dianggap lebih ramah lingkungan, penggunaan kendaraan PHEV juga diklaim lebih ekonomis alias irit.

Namun benarkah begitu? Dalam kesempatan ini, 100kpj.com mencoba mencari kebenarannya. Dan ternyata dari sebuah pengamatan yang dilakukan sebuah perusahaan konsultan asal Jerman yang bergerak di bidang logistik, ternyata anggapan itu tak sepenuhnya benar.

Truk PHEV buatan Mack


Menurut Fleet Logistics, menggunakan kendaraan PHEV justru dianggap merugikan terutama di dunia logistik atau jasa pengiriman. Meski PHEV mendapat keringanan soal pajak, ternyata secara pengeluaran para pengguna jasa logistik justru membengkak.

Menurut Fleet Logistics, sejak menggunakan angkutana PHEV dengan mesin bensin atau solar justru biaya pengiriman yang harus dikeluarkan sebuah perusahaan justru semakin tinggi. Jika sebelumnya kendaraan PHEV dengan mesin bensin mampu menempuh 176 mile per galon, kini hanya mampu menempuh 50,4 mile per galon.

Dengan kata lain, pengeluaran untuk bahan bakar membengkak atau bertambah sekitar USD52 atau setara Rp730 ribu per 10.000 mile. Biaya transportasi ini bahkan bisa lebih besar lagi jika jarak yang ditempuh lebih dari 10 mile.

Itu belum ditambah dengan tambahan biaya untuk para sopir yang juga mayoritas ikut naik. Begitu juga dengan harapan lebih ramah lingkungan justru menjadi sebaliknya karena polusi yang dihasilkan justru lebih besar karena konsumsi bahan bakar yang lebih banyak.

Lalu dimana letak kesalahannya hingga kendaraan PHEV justru membuat pengguna jasa logistik mengeluarkan uang lebih banyak lagi?

Ternyata itu tak lepas dari faktor sang sopir. Banyak sopir dari perusahaan jasa pengiriman atau logistik yang masih malas mengisi baterai dan lebih memilih bergantung pada bahan bakar. Salah satunya pertimbangan waktu. Ditambah dengan masih minimnya infrastruktur pengecesan baterai saat ini.

"Kami percaya PHEV punya andil besar sebagai transisi dari mesin combustion ke kendaraan listrik. Namun, penting tentunya digunakan secara benar sehingga justru tidak menambah polusi udara," kata country head Fleet Logistics Sue Branston.

Menurut Branston, kendaraan hybrid sebenarnya memang cocok untuk jarak jauh. Namun kebiasaan para sopir yang tak mengisi baterai dan mengindahkan panduan kendaraan PHEV yang dikeluarkan pabrikan justru membuat biaya membengkak.

Lalu pelajaran penting apa yang dapat diambil dari catatan yang dikeluarkan Fleet Logistics ini? Terlebih Indonesia saat ini juga tengah menggalakkan penggunaan kendaraan plug-in hybrid sebagai moda transportasi.

Selain kebijakan yang mendukung, hal yang tak kalah penting tentu faktor SDM dan infrastruktur. Pengguna kendaraan PHEV tentu harus benar-benar memanfaatkan pengisian baterai, tak bergantung sepenuhnya pada bahan bakar.

Selain itu juga infrastrukturnya yang harus mendukung. Sehingga memudahkan pengguna kendaraan PHEV untuk melakukan pengisian baterai tak hanya mengandalkan SPBU. Dua hal ini yang pantas dipersiapkan sebelum benar-benar menyambut kehadiran era kendaraan plug-ini hybrid di tanah air.
Berita Terkait
hitlog-analytic