Home Motor Mobil Klub & Modif Sirkuit Tips & Trik Indeks

Politik Industri Otomotif di RI Jadi Halangan ITS Jual Mobil Listrik?

Mobil listrik ITS-ITB i-Deora
Sumber :
ITS

100kpj – Institut Teknologi Sepuluh Nopember, atau ITS menjadi salah satu perguruan tinggi di Indonesia yang kerap membuat kendaraan listrik. Sudah cukup banyak karyanya, mulai dari mobil, hingga sepeda motor.

Salah satu karyanya yang sudah dipasarkan, dan diproduksi massal adalah motor listrik Gesits. Bahkan bukan hanya dijual di dalam negeri, namun matik pelahap seterum tersebut juga di ekspor ke beberapa negara.

Mobil listrik Lowo Ireng garapan ITS.

Perguruan tinggi yang berlokasi di Surabaya, Jawa Timur itu juga berkolaborasi dengan sejumlah kampus di Indonesia untuk membuat kendaraan pelahap seterum. 

Diantaranya dengan ITB (Institut Teknologi Bandung) yang telah melahirkan mobil listrik dengan desain futuritis layiknya buatan pabrikan yang sudah siap produksi, kolaborasi ITS-ITB itu diberi nama i-Deora.

Selain itu kampus yang terkenal di bidang otomotif, dan robotik tersebut juga berkolaborasi dengan Universitas Budi Luhur dengan menciptakan mobil listrik bergaya off road, yaitu Blits.

Di luar dari kolaborasi tersebut, ITS lebih dulu membuat 2 mobil listrik pada beberapa tahun lalu. Yang pertama bergaya sport bernama Lowo Ireng Reborn, dan berbentuk seperti mobil Golf tanpa pintu, yaitu Limosin atau 5Sin. 

Namun karena fungsi perguruan tinggi sebagai pusat pembelajaran, sehingga kendaraan listrik hasil karya mereka hanya sebatas konsep. Cukup sulit diproduksi massal untuk dijual, hanya Gesits yang berhasil di komersialkan.

Tidak heran saat disinggung terkait hambatan sebuah perguruan tinggi untuk menjadi industri agar bisa menjual kendaraan listrik buatanya, mantan Rektor ITS Prof. Ir. Joni Hermana M.Sc.ES., Ph.D cukup menggebu-gebu.

Hal itu disampaikan saat sesi tanya jawab di seminar nasional 100 tahun industri otomotif menuju netralitas karbon yang digelar di ITS Surabaya, kemarin bersama PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia.

“Paling tidak tantangan internal kita belum punya kemampuan utuh, bagaimana tentang memasarkan produk inovasi kita. Jadi prototipe saja terus, dan itu yang menajadi kesalahan,” ujar Joni dikutip 100kpj, Rabu 12 Oktober 2022.

Motor Gesits.

Menurut mantan Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) itu, terjadi missing link untuk perguruan tinggi masuk ke dalam market. Masalah lainnya selalu memiliki pandangan berbeda dengan pemerintah.

“Terus ketika kita berusaha mendapatkan support dari pemerintah, menurut pandangan saya dulu waktu awal Gesits dengan pemerintah tidak satu suara,” tuturnya.

Terkait kebijakan, atau Undang-undang kendaraan listrik yang dibentuk oleh pemerintah saat ini tidak sejalan dengan ITS. Karena untuk membuat komponen seperti baterai, atau dinamo di dalam negeri jauh lebih mahal.

“Saat menyusun undang-undang tentang kendaraan listrik, kalau dihitung-hitung hasil karya kita membuat produk dengan hasil penelitian kita sendiri akan lebih murah impor. Jadi keberpihakan itu belum ada,” sambungnya.

Atas dasar itulah, menurutnya pemerintah seharusnya memberikan dukungan penuh, jika ingin menuju era ramah lingkungan atau mencapai netralitas karbon di 2060, terutama untuk membangkitkan hasil karya anak bangsa.

“Nah itu menurut saya yang perlu ada dukungan dari pemerintah, Kalau saya bilang yang menjadi persoalan kita mungkin ada ketakutan, bahwa hasil karya ini membuat industri jadi terancam mungkin begitu,” tukasnya.

Sudah cukup banyak prestasi yang didapat ITS dalam bidang otomotif, atau robotik. Maka menurutnya, cukup mudah untuk Indonesia memiliki kendaraan listrik sendiri, dan di komersialkan seperti di negara lain.

Lebih lanjut dia berharap, hadirnya industri-industri otomotif atau produsen yang datang ke kampus seperti halnya TMMIN, akan memberikan peluang untuk kerjasama, dan memberikan pengertian satu sama lain, agar ITS membantu industri.

“Karena kita juga paham tujuan mereka, dan di sisi lain kami juga diberikan fasilitas. Teknologinya kita (ITS) tidak kalah, kita pernah juara di London, Jepang, Amerika Serikat, Kanada, tidak masalah. Di China juga kita pernah merebut juara robotik. Tapi sekarang kesempatan itu ada atau tidak?,” tutupnya. 

Berita Terkait
hitlog-analytic