100KPJ

Tol Layang Jakarta-Cikampek Bergelombang, Netizen: Proyek Asal Jadi

Share :

100kpj – Jalan Tol layang Jakarta-Cikampek menjadi perbincangan banyak warganet beberapa hari belakangan. Hal ini bermula dari beredarnya gambar tol layang yang memiliki rupa bergelombang bak ombak di laut.

Tak ayal, warganet pun mempertanyakan bagaimana sebenarnya proses rancang bangun dari tol yang memiliki panjang 38 kilometer tersebut.



"Bikinnya asal jadi, yang penting kelihatan hasilnya, enggak mikirin risiko penggunanya," komentar akun @lanaputra.

"Tol layang Wiyoto-Wiyono bagus, dibangun zaman Pak Harto, bikinnya enggak terburu-buru," tulis akun @Ujangkurnia.

"Itulah yang saya heran, semua jalan tol di Indonesia tidak ada yang mulus. Beda saat saya berkesempatan kunjungi Jerman, Korea, Jepang, dan Swiss. Saya menikmati kemulusan jalan tolnya. Why kita enggak bisa? Disitulah kadang saya bertakon-takon," tulis akun @jedekuncoro.

Sekadar diketahui, menurut rencana, tol yang hanya punya satu gerbang masuk dan satu gerbang keluar ini akan dibuka untuk umum pada 20 Desember 2019. Tol dibuka secara gratis untuk sementara waktu lantaran dianggap sebagai bentuk sosialiasi kepada pengguna jalan.

Sementara itu sorotan jalan tol layang Jakarta-Cikampek II (elevated) yang bergelombang ini juga datang dari Guru Besar Manajemen Konstruksi Universitas Pelita Harapan (UPH), Profesor Marlian Simanjuntak.



Kata dia, secara pengamatan mata, permukaan jalan tol layang ini memang tak rata. Untuk membuktikan apakah ada yang tak beres pada tol yang baru akan dikomersialisasi pada Februari 2020 tersebut, harus dibuktikan melalui pengamatan teknis.

“Pengamatan fisik itu harus diimbangi dengan pengamatan teknis. Jadi bergelombang itu penyebabnya apa? Terjadi penurunan, daya dukung tanah yang lemah, atau memang sistem strukturnya begitu?” ujar Marlian, Rabu 11 Desember 2019.

Ia menyebut, hal lain yang perlu diketahui dari pembangunan tol tersebut, ialah data tanah yang menjadi pijakan kaki-kaki jalan. Sebab dengan demikian, kontraktor pelaksana bisa membuat pertimbangan, apakah jalan tersebut aman dilalui kendaraan, atau malah sebaliknya.

“Satu hal yang paling penting adalah, apakah ada data tanah yang secara khusus berada di rute itu? Kalau data tanahnya tidak ada, semaksimal apapun elemen struktur dia tak akan bisa menopang. Jadi ini memang harus dicek, dan saya pun tertarik untuk mengeceknya,” kata dia.

Ketidaknyamanan pada tol Jakarta-Cikampek II (elevated) sendiri sejauh ini sudah diakui pihak Jasa Marga. Menurut Direktur Utama PT Jasa Marga Tbk, Desy Arryani kondisi bergelombang pada tol ini tiap 180 meter lantaran adanya sambungan pada tiap jarak tersebut.

Maka itu, penerapan batas kecepatan 60 kilometer per jam pun menjadi salah satu 'alert' bagi pengendara untuk berhati-hati di tol layang tersebut.



"Jadi secara fisik dan kekuatan sudah diuji, tapi kenyamanannya yang masih belum sesuai harapan. Jadi kalau smooth sekali memang tidak mungkin, karena tiap 180 meter sekali itu ada sambungan. Yang pasti saat ini terus menerus kita sedang sempurnakan," kata dia.

Share :
Berita Terkait